Halaman

Semoga Bermanfaat

Senin, 27 Agustus 2012

Sejarah Kesultanan Sumbawa



Masa Kesultanan Sumbawa dimulai sejak berakhirnya Dinasti Dewa Awan Kuning yang menganut paham Animisme. Masuknya Islam ke Sumbawa telah mempercepat dan mengkatalis terbentuknya kesultanan Sumbawa yang dikenal dengan nama Dinasti Dewa Dalam Bawa. Sultan yang pertama memimpin Sumbawa adalah Dewa Mas Pamayam (Mas Cini) 1648-1666. Ada tiga “gelar induk” atau Puin Kajuluk yang digunakan sebagai nama gelar kesultanan Sumbawa : Sultan Harun Arrasyid, Sultan Jalaluddin, dam Sultan Kaharuddin.

Perjalanan masa kesultanan Sumbawa telah melahirkan pemimpin yang menegakkan keadilan dan kebenaran dengan keberanian yang ikhlas, sehingga lambang Kesultanan Sumbawa digambarkan dengan macan putih atau sering disebut “Bendera Macan”. Bendera macan putih merupakan lambang keberanian yang ikhlas dan suci, semangat ini telah terwarisi kepada seluruh masyarakat Sumbawa, sehingga menjadi masyarakat yang modern, relegius dan demokratis.

Penobatan Sultan Sumbawa ini merupakan penobatan pertama yang dilakukan sejak kesultanan Sumbawa menjadi bagian NKRI. Penobatan ini menjadi sangat penting dan bermakna bagi seluruh rakyat atau Tau Tana Samawa yang memegang teguh nilai-nilai budaya Sumbawa. Penobatan Sultan Sumbawa tidak dihajatkan sebagai Negara Berdaulat, tetapi akan menjadi pengawal / penjaga pusaka Sumbawa yaitu budaya, adat rapang tau dan tana samawa yang religious ( Adat Barenti Ko Syara, Syara’ Barenti Ko Kitabullah)  yang bermakna bahwa adat istiadat dan budaya Sumbawa senantiasa berpedoman kepada agama untuk kerik salamat tau ke tana samawa (keselamatan masyarakat dan alam Sumbawa). Wilayah kesultanan adat Sumbawa adalah kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat (Kamutar Telu).

Dinasti Dewa Dalam Bawa berkuasa sejak berakhirnya pemerintahan Dinasti Awan Kuning yaitu pada tahun 1623. Sultan-sultan yang pernah memimpin adalah sbb:
No.
   
Nama Sultan & Masa Pemerintahan
1.Dewa Mas Pamayam (Mas Cini) (1648-1668)   

2.Dewa Mas Goa (Saudara dari Dewa Mas Pamayam) 168-1675

3.Dewa Mas Bantan (1675-1701)   

4.Dewa Mas Madina (Muharan Harun Arrasyid I ) 1701-1725)
  
5.Dewa Mas Muhammad Jalaluddin I (Datu Taliwang) 1725-1731
   
6.Dewa Mas Mapasusung Moh Kaharuddin I (1731-1759)

7. I Sugi Karaeng Bantoa (Putri Dati Seran) 1759-1761)
   
8.Hasanuddin (Alauddin) datu jereweh (1761-1763)
  
9.Dewa mas Muhammad jalaluddin II (Pangeran Anom Mangkuningrat) 1763-1766 
 
10.Mappacongga Mustafa (Putra dari 8) 1776-1780
  
11.Mahmud (Harun Arrasyid) Datu Jereweh putra dari 7 (1780-1791)  

12.Safiatuddin Dg. Masiki (Putri dari 10) 1791-1795  

13.Muhammad Kaharuddin II (Putra dari 9) 175-1865  

14.Sultan Amrullah (Adik L. Mesir) 1837-1883   

15.Mas Madina Raha Dewa Jalaluddin III (karena sepuh turun tahta 1883) 1883-1931   

16.Muhammad Kaharuddin III (Daeng Manurung Putra dari 15) 1931-1958
   
17.Haji DMA Kaharuddin, SE.MBA    2011-Sekarang

Tanggal 5 April 1941, Muhammad Abdurrahman Daeng Raja Dewa Putra Sultan Muhammad Kaharuddin III, dinobatkan sebagai Putra Mahkota. Bertepatan dengan tanggal kelahiran beliau Sultan Muhammad Kaharuddin IV, 5 April 2011 di nobatkan sebagai Dewa Maraja Sumbawa yang ke 17 oleh Lembaga Musyakara Adat Tana Samawa.




Senin, 25 Juni 2012

Kenapa Baret Tentara Miring kekanan sedang Polisi Militer kekiri?


BARET, adalah tutup kepala yang berbentuk bulat dan biasanya digunakan oleh tentara atau militer.

Coba perhatikan, kemanakah "miring nya baret itu? Ada yang ke kiri dan ke kanan kaaan? Apakah mereka salah pakai? Lantas posisi manakah yang benar?




Topi baret hanya dikenakan oleh tentara yang memiliki fungsi tempur.

Di negara kita, setiap ”angkatan” memiliki pasukan tempurnya, dan warna baretnya masing-masing.

Ada Baret Merah milik KOPASSUS, Baret Jingga Milik PASKHAS AU, Baret Hijau milik KOSTRAD, Baret Hitam milik KAVELERI, dan sebagainya.


Semua baret itu dikenakan "miring". Kalau baret "miring ke kanan", artinya posisi ”emblem” ada di kiri pemakai, begitu juga sebaliknya.

Selasa, 10 April 2012

Mengenal Seni Budaya Sumbawa



Kesusasteraan
Periode awal kesusasteraan Samawa merupakan dimulainya sebuah tradisi lisan.
Sejumlah karya sastra Tau Samawa, juga kisah dan dongeng yang dinyanyikan
atau diucapkan, acara keagamaan, pertemuan suci dan pemerintahan, dipengaruhi
oleh beberapa norma sosial.
Kesusasteraan permulaan melukiskan kecintaan dan pada alam dan manusia serta
berpegang bahwa keaslian alami manusia adalah satu. Kesusasteraan awalnya
menekankan norma perilaku seperti kesetiaan kepada raja, kealiman anak, hormat
kepada guru atau lebih tua, persahabatan yang tulus dan kesucian wanita.
Masyarakat tradisional Samawa, menulis karangan sastra pada daun lontar yang
telah dikuningkan yang dinamakan "bumung". Karya sastra ditulis dengan cara
menggoreskan daun lontar dengan ujung pangat ( pisau kecil tajam ). Mereka
menyimpannya dengan menggantung ada didinding dan tiang rumah.
Sastra lisan yang disebut - sebut sebagai pilar sastra Samawa adalah lawas ( isi
yang dilagukan ). Lawas ini sejak perekambangannya mendapat pengaruh "Elom
ugi" atau syair Bugis. Sastera jenis ini hidup dan berkembang dengan subur dalam
masyarakat selama berabad - abad lamanya.
Tulisan khas Sumbawa yang ditulis diatas daun lontar disebut "Satera Jontal".

Minggu, 08 April 2012